Friday, August 14, 2015

Negara menurut J.J Rosseau- Teori Perjanjian Masyarakat(Contract Sosial)

Pengertian Negara menurut J.J.Rosseau
Jean Jacques Rosseau lahir di Jenewa, Swiss, 28 Juni 1712, Rosseau kecil harus menjalni hidup yang keras. Ibunya meninggal ketika dia masih sangat kecil, dan ayahnya yang juga seorang filsuf diusir dari kota tinggalnya. Sejak saat itulah Rosseau harus hidup lebih mandiri bahkan berpidah-pindah ke kota lain. Ketika hidup berpindah-pindah Rosseau juga menjalin hubungan percintaan dengan beberaoa wanita, salah satunya adalah Therese Levasseur dan dikaruniai lima anak diluar perkawinan sah.
Roda kehidupan Jean .Jacquess. Rousseau mulai bergulir naik saat penghargaan yang diperolehnya dari Akademi Dijon, Rosseau menjadi juara satu dalam kontes penulisan esai tentang "apakah seni dan ilmu pengetahuan memang punya manfaat untuk kemanusiaan". Dari sinilah nama J.J. Rousseau semakin terkenal. Setelah, J.J. Rousseau semakin dikenal dengan tulisan-tulisannya, diantaranya Discourse on the Origin of Inequality (1755), Emile (1762), The Social Contract (1762) dan Confessions (1770). Kepopuleran J.J. Rousseau juga terkenal disebabkan oleh kehobiannya dalam dunia music. J.J. Rousseau bisa mengubah dua opera, yaitu Les Muses Galantes dan Le Devin Du village.

Contract Sosial (Perjanjian Masyarakat)
Salah satu teori terbentuknya negara adalah Teori Kontrak Sosial/Perjanjian Masyarakat. Teori kontrak sosial ini berkembang dan dipengaruhi oleh pemikiran para seperti John Locke, Thomas Hobbes,  dan J.J. Rousseau. Merekalah yang dianggap sebagai penggagas teori ini. Teori kontrak sosial merupakan teori yang menyatakan bahwa terbentuknya negara itu disebabkan oleh adanya keinginan masyarakat untuk membuat kontrak sosial. Jadi, sumber kewenangan berasal dari masyarakat itu sendiri. Meskipun pendapat mereka sama terhadap sumber kewenangan adalah manusia, namun terdapat perbedaan pandangan diantara mereka tentang bagaimana, siapa yang mengambil kewenangan itu dari sumbernya dan bagaimana pengoperasian kewenangan selanjutnya. Perbedaan itu sangat mendasar satu dengan lainnya, baik dalam konsep maupun praktisnya.

Dalam ajaran filsafatnya, Rousseau telah menyisipkan unsur perasaan, sedangkan pada era-era sebelumnya ajaran tentang filsafat itu hanya disusun secara abstrak-rasional. Dalam masa hidupnya, Rousseau menganggap dan menyikapi masalah-masalah yang terjadi adalah sangat bebas. Kebebasan sikap ini tidak hanya terbatas pada pikiran tentang negara dan hukum saja. Sikap itu pertama-tama ditunjukan pada sifat-sifat yang tidak sesuai dengan alam, yang telah ditimbulkan oleh peradaban manusia dan dalam hidup kebatinannya. Rousseau juga menganggap manusia yang asalnya mempunyai sikap yang baik itu telah dirusak oleh peradaban, oleh karena itu ia selalu menganjurkan hal-hal yang dianggap baik.

Satu pertanyaan pokok yang selalu ditanyakan kepada dirinya sendiri adalah : Bagaimanakah mungkinnya dapat terjadi bahwa manusia yang pada awalnya, yaitu pada waktu manusia itu masih hidup dalam keadaan alamiahnya, bebas dan merdeka, sekarang menjadi manusia yang hidup dibawah kekuasaan negara? Dalam menjawab pertanyaan ini, ajaran Rousseau dalam beberapa hal mempunyai perbedaan dengan ajaran-ajaran sarjana hukum lainnya, jika dilihat dari segi perjanjian masyarakat. Akan tetapi ada beberapa hal yang mempunyai persamaan, yaitu bahwa jika dalam keadaan alam bebas terjadi kekacauan, maka orang-orang akan memerlukan jaminan untuk keselamatan jiwa miliknya. Untuk itu mereka pun menyelenggarakan perjanjian masyarakat.

Dengan diselenggarakannya perjanjian masyarakat itu, berarti bahwa tiap-tiap orang melepaskan dan menyerahkan semua hak nya kepada kesatuan yaitu masyarakat. Jadi sebnagai akibat diselenggarakannya perjanjian masyarakat ini adalah :
Terciptanya kemauan umum, yaitu kesatuan dari kemauan orang-orang yang telah menyelenggarakan perjanjian masyarakat, dan inilah yang bisa disebut sebuah keadulatan.
Terbentuknya masyarakat, yaitu kesatuan dari orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat, masyarakat inilah yang mempunyai kemauan umum yaitu sebuah kekuasaan tertinggi dan kedaulatan yang tidak bisa dilepaskan.
Jadi dengan diselenggarakannya perjanjian masyarakat, terciptalah sebuah negara. Hal ini berarti telah terjadi suatu peralihan dari keadaan alam bebas ke dalam keadaan bernegara. Karena adanya perlalihan ini, naluri manusia telah diganti dengan keadilan dan tinndakan-tindakan yang mengandung kesusilaan. Kemudian, sebagai pengganti dari kemerdekaan alamiah serta kebebasan alamiah, manusia kini mendapatkan kemerdekaan yang telah dibatasi dengan kemauan umum yang dimiliki oleh masyarakat sebagai kekuasaan teringgi.

Menurut Rousseau, kekuasaan raja bersifat hanya sebuah pinjaman. Hal ini dikarenakan ketika individu-individu mengadakan perjanjian masyarakat, mereka tidak menyerahkan hak-hak dan kekuasaan seutuhnya kepada raja. Akan tetapi mereka menyerahkan sebuah kehendak dan kemauannya kepada masyarakat yang masyarakat ini sendiri merupakan sebuah kesatuan sendiri yang timbul karena perjanjian masyarakat.

Rousseau menambahkan, masyarakat akan menyerahkan kekuasaan ke tangan penguasa, tetapi sebuah kedaulatan tidak dapat berpindah tangan atau diberikan kepada siapa pun termasuk penguasa. Jadi kedaulatan ini tetap dipegang masyarakat atau rakyat. Sifat kekuasaan yang dimiliki penguasa ini, hanya untuk melaksanakan kehendak umum dan penguasa hanya sebuah wakil dari rakyat. Apabila seorang penguasa melakukan tindakan yang bertentangan dan menyimpang dengan hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat, maka penguasa itu dapat diganti dengan penguasa yang baru.

Semua pendapat dan pemikiran yang dikemukakan oleh Rousseau ini sebagai akibat dari keadaan Perancis pada masa itu, dimana seorang raja mempunyai kekuasaan yang mutlak dan melakukan tindakan yang sewenang-wenang kepada rakyat. Semua ini dianggapnya sebagai hal yang tidak rasional dan tidak sesuat pula dengan hukum alam. Karena itu ajaran Rousseau ini bertujuan untuk dapat mengubah sistem pemerintahan yang absolut dan ajarannya ini sejalan dengan ajaran Montesquieu.

Ajaran Rousseau ini sungguh jauh berbeda dengan ajaran Thomas Hobbes, yang menyebutkan bahwa kekuasaan raja sebenarnya bersifat mutlak dan mandiri. Ajarannya ini hanya dapat membenarkan keadaan pada masa itu saja. Sedangkan pemikiran Rousseau mengatakan bahwa raja berkuasa hanya sebagai wakil dari rakyat, menjalankan kekuasaan atas nama rakyat oleh karena itu apabila raja tidak bisa menjalankan kekuasaannya dengan baik, rakyat dapat mencari pengganti raja. Dengan demikian ajaran kedua pemikir ini jelas sangat berbeda.

Rousseau juga mengkritik keadaan pada masa itu yang tak dapat diterima oleh akal manusia. Jadi sistem tersebut dapat dikatakan bersifat propagandis, menentang kekuasaan raja, dan Rousseau ingin menggantikannya dengan sebuah sistem yang bersifat rasional. Hal ini menimbulkan akibat yang sangat besat, yaitu terjadinya pergolakan di Perancis yang sangat dikenal dengan Revolusi Perancis. Selain itu, timbullah banyak pemikir-pemikir yang menghasilkan banyak teori tentang kekuasaan raja.

Dalam ajarannya pun, Rousseau membicarakan tentang bentuk-bentuk negara. Ia mengemukakan tentang bentuk-bentuk negara itu sendiri, pada apa titik berat negara itu, siapa pemegang kekuasaannya atau pemerintahannya, dan terdiri dari berapa orang.
Apabila kekuasaan negara ataupun kekuasaan pemerintah hanya dipegang oleh satu orang saja dan dia sebagai wakil dari rakyat, maka negara ini adalah negara monarki.
Apabila kekuasaan negara ataupun kekuasaan pemerintah dipegang oleh dua orang atau mungkin lebih, dan mereka menjalankan kebijakan dalam kekuasaanya dengan baik, maka negara ini adalah negara aristokrasi.
Apabila kekuasaan negara ataupun kekuasaan pemerintah dipegang oleh rakyatnya, dan mereka pun menaati semua peraturan dan kebijakan yang ada, maka negara ini adalah negara demokrasi.

Sebuah negara atau sistem pemerintahan akan terbentuk bukan berdasarkan dengan terjadinya perjanjian masyarakat yang hanya menghasilkan suatu tatanan dan suatu kesatuan yang bernama masyarakat. Pembentukan negara atau pemerintahan ditentukan oleh rakyat dengan suatu undang-undang yang ada. Oleh karena itu, rakyatlah yang menjadi inti dari terbentuknya suatu negara dan pemerintahan, dan rakyatlah yang memiliki kedaulatan untuk mengganti wakil-wakil rakyat di dalam pemerintahan karena kemauan umum dari rakyat tidak bisa dimusnahkan. Dan perjanjian masyarakat pun bukanlah suatu hal yang dapat dilenyapkan dan dihilangkan lagi.

No comments:

Post a Comment